Warga Condongcatur Sleman Gelar Pelatihan Pertanian Perkotaan
Warga RT 9 RW 17 Perumnas Condongcatur atas dukungan dari Penerima Penghargaan Individual Global IFP Alumni Awards- Institute of International Education (IIE) dan Saraswati Research Institute (SaRI) menggelar kegiatan Pelatihan Pertanian Perkotaan pada Minggu (5/2/2023).
Kegiatan yang diadakan di AngkringanQu Komplek Masjid Quwwatul Islam Condongcatur, Sleman, DIY ini dihadiri oleh Ketua RT & PKK RT 9, Penerima IFP Alumni Awards 2022-IIE, tim riset SaRI, pengurus masjid, warga RT 9 dan perwakilan dari tujuh RT lain di wilayah RW 17, peserta umum, serta para tokoh masyarakat.
Penerima Penghargaan IFP yang juga Direktur SaRI, Issac Tri menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan kolaborasi antara ia sebagai penerima IFP Alumni Awards, RT 9 RW 17, dan SaRI berupa pelatihan pembuatan Eco Enzyme dan pelatihan pengomposan dalam rangka mengedukasi warga untuk belajar dan praktek mengelola secara mandiri sampah organiknya.
Pelatihan ini merupakan salah satu kegiatan dari program Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Urban Farming (Pertanian Pekotaan) yang mendapat dukungan fasilitas dari International Fellowship Program (IFP)-IIE yang berkedudukan di New York.
“Nantinya dari program IFP Alumni Awards akan masih banyak kegiatan lainnya untuk warga RT 9 RW 17 Condongcatur dan SaRI memberikan beberapa pelatihan serta melakukan riset partisipatoris dalam rangkain kegiatan jangka waktu 1 tahun,” ungkap Issac Tri yang akrab disapa Kiki.
Agung Nugroho, Ketua RT 9 RW 17 yang juga dosen dan Kaprodi Gizi UNISA Yogyakarta mengucapkan terima kasih kepada Kiki atas program yang diberikan kepada warga msyarakat RT 9. Dirinya berharap, warga bisa langsung mengaplikasikan apa yang didapat dari pelatihan, mengingat produksi sampah tidak akan berhenti selama masih ada kehidupan.
“Mengingat komplek perumahan kepemilikan lahan terbatas maka sistem pengelolaan sampah dan budidaya pertanian disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada,” jelas Agung.
Materi pelatihan yang pertama yaitu pembuatan Eco Enzyme disampaikan oleh Yaya dan Kusnadi dari Forum Lingkungan Hidup Kapanewon Berbah. Yaya menjelaskan bahwa Eco enzyme adalah cairan hasil fermentasi selama 3 bulan dari campuran molase bahan organik kulit buah segar dan air dengan perbandingan 1 bagian molase 3 bagian bahan organik dan 10 bagian air. Ketiga campuran tersebut dimasukkan benteng dalam wadah dari bahan plastik kedap udara.
“Adapun manfaat pembuatan Eco enzyme adalah salah satu cara untuk mengurangi dan mengolah sampah organik,” ungkap Yaya.
Eco enzyme sendiri mempunyai manfaat beragam, seperti digunakan untuk sabun mandi, sampo, sabun cuci piring, pembersih udara, bahan untuk mengurangi pencemaran perairan dan masih banyak lagi.
“Cairan Eco enzyme yang dipanen setelah tiga bulan bisa dikatakan baik ditandai dengan indikasi dari bau nya asam segar tidak berbau busuk dengan ph 4,” jelas Yaya.
Sementara untuk materi kedua tentang pembuatan kompos dari bahan organik disampaikan oleh Shalina Nurhana merupakan Ketua PKK RT 9 dan pegiat hidup minim sampah yang aktif mengedukasi pengelolaan sampah rumah tangga. Dalam penjelasannya, wanita yang biasa disapa Shelly ini mengatakan bahwa dalam pembuatan kompos diperlukan alat berupa komposter, salah satunya adalah planter compost bag.
Adapun caranya adalah pertama menyiapkan komposter dengan lapisan pertama berupa daun kering lalu tanah dan pupuk kendang atau kompos yang sudah jadi. Setelah itu, dimasukkan bahan organik dan ditambahkan tanah beserta kompos jadi lagi sehingga membentuk lapisan.
Setelah itu, lapisan tadi kemudian disiram dengan air cucian beras. Hasil pengomposan tadi juga dianjurkan untuk tidak kena sinar matahari dan hujan secara langsung.
Setelah sekitar 2 minggu hingga tiga bulan bila prosesnya baik kompos sudah bisa dipanen melalui cendela yang ada di bawah komposter bag.
“Pembuatan kompos dengan alat compost bag sesuai dengan kondisi keterbatasan lahan di komplek perumahan,” ujar Shelly
(Kusnadi/KIM Berbah)